BANGKOK - Perdana Menteri Thailand Somchai Wongsawat terus mencari cara untuk meredam tekanan yang diarahkan kepadanya. Dalam pidato yang ditayangkan televisi secara nasional, mantan hakim itu mengulangi bersedia mundur. Tapi, dengan syarat, dia bisa merampungkan berbagai agenda penting nasional hingga akhir tahun nanti.
Beberapa agenda penting tersebut, kata Somchai, adalah persiapan untuk upacara pemakaman Putri Galyani Vadhana, kakak Raja Bhumibol Adulyadej, yang meninggal pada Maret lalu karena kanker. Rencananya, upacara pemakaman tersebut dihelat pada November. Selain itu, tugas lain yang harus disiapkan Somchai ialah perayaan ulang tahun Raja Bhumibol yang jatuh pada 5 Desember serta ASEAN Summit pada pertengahan bulan yang sama.
Dalam kaitannya sebagai tuan rumah untuk pertemuan para pemimpin negara anggota ASEAN itulah, lanjut Somchai, pemerintah memerlukan Wisma Negara -tempat PM berkantor- yang saat ini diduduki para demonstran antipemerintah yang tergabung dalam Aliansi Rakyat untuk Demokrasi (PAD). Untuk itu, Somchai meminta para pengunjuk rasa segera meninggalkan gedung yang sudah mereka duduki sejak 26 Agustus itu.
Tapi, pidato dan permintaan Somchai tersebut belum mendapat tanggapan dari PAD. Kemarin (13/10) kelompok yang dimotori kaum kelas menengah Thailand tersebut juga membatalkan rencana unjuk rasa di depan Kantor Pusat Kepolisian Nasional. Padahal, 1.350 polisi sudah disiapkan untuk berjaga. Dua jalan utama menuju kantor itu juga sudah ditutup.
Pembatalan tersebut dilakukan karena para petinggi PAD menghadiri upacara pemakaman dua korban yang meninggal dalam bentrok 7 Oktober lalu. Ratu Sirikit pun turut menghadiri upacara pemakaman tersebut.
''Kami tidak mau demonstrasi (di kantor polisi) membayangi momen (pemakaman) yang penting ini,'' ujar Sondhi Limthongkul, salah seorang pemimpin PAD.
Kehadiran Ratu Sirikit dalam kesempatan itu sepertinya kian menegaskan dukungan kerajaan terhadap golongan antipemerintah. Sebelumnya, saat bentrok fisik antara kaum antipemerintah dan petugas keamanan pada 7 Oktober lalu, Ratu Sirikit menyumbangkan dana THB 100 ribu (sekitar Rp 27 juta) untuk perawatan para korban luka-luka di rumah sakit. Kerusuhan di depan gedung parlemen tersebut menelan lebih dari 400 korban luka dan dua meninggal. (Bangkokpost/The Nation/dia)